Pendidikan Inklusif; Ideal dan Kenyataan

Pemerintah melalui permendiknas nomor 70 Tahun 2009 telah mengatur tentang pendidikan inklusif. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran
dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik pada umumnya.

Pada prinsipnya sekolah reguler harus menerima calon peserta didik yang berkebutuhan khusus. Salah satu tujuan Pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Niat baik pemerintah untuk memberikan hak seluas-luasnya bagi seluruh lapisan warga tidak menjadi jaminan bahwa di lapangan pendidikan inklusif ini telah berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

Sejauh mana pemerintah kabupaten/kota menyediakan sarana dan prasarana bagi sekolah reguler yang menerima siswa berkebutuhan khusus. Pada pasal 10 diuraikan beberapa kewajiban pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Diantaranya Pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan paling sedikit satu orang guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif.

Sekolah sebagai lembaga yang berkaitan langsung dengan siswa, apakah sudah benar-benar mengetahui kondisi siswanya. Apakah sudah benar-benar memiliki data siswa yang perlu dilayani secara khusus.

Menurut Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia Propinsi Jawa Barat, Ibu Tini Djajadi. Sekolah yang memiliki peserta didik yang berkebutuhan khusus tidak serta merta dikatakan sekolah inklusif. Ada beberapa hal yang harus disiapkan sekolah inklusif, diantaranya;

1. Sekolah umum harus menyediakan kondisi kelas yang angat,  ramah,  menerima keanekaragaman,  dan menghargai perbedaan.

2. Sekolah umum harus siap mengelola kelas yang berbeda-beda dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yg bersifat individual.

3. Menerapkan proses pembelajaran yg interaktif.

4. Guru reguler pd sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dituntut melakukan kerjasama dengan profesi atau sumberdaya lain dlm perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

5. Guru reguler dituntut melibatkan ortu secara bermakna dlm proses pendidikan.

Pendidikan inklusif tak akan terwujud tanpa niat baik dan kesungguhan seluruh stakeholder pendidikan dari para pembuat keputusan hingga tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah-sekolah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

VCT; PENJAGA TOL LANGIT PENDIDIKAN

Seminar Nasional Telekomunikasi dan Informatika SELISIK 2018

WISUDA KE-XIII STTB; ALUMNI SIAP BERSAING DI DALAM TEKNOLOGI INDUSTRI DAN INFORMATIKA